Cerpen-Finally | My Sweety Life
Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Cerpen-Finally


FINALLY...!!


                Gimana sih rasanya digantungin? Enak? GA!! Kita Cuma sebagai persinggahan dan relative untuk benar-benar “dilihat”. Kondisi ini lah yang sedang dialami Winda-cewek kelas X di SMA Cempaka Putih- sudah lebih dari setahun kenal dengan Dion, kakak kelasnya yang akhir-akhir ini terlihat akrab dengannya. Namun sampai detik ini belum ada kejelasan yang pasti mengenai keakraban itu.
                “Gue ke kelas duluan yah” Dion segera membuka jaket hitamnya dan mengusap lembut kepala Winda. Cewek itu hanya mengangguk sambil tersenyum. Ia kemudian memperhatikan punggung Dion yang mulai menjauh dan hilang di sudut lorong utama.
                “Weishh, bengong lo!” Ivy, teman sebangku Winda tiba-tiba datang dari belakang sambil memukul pelan bahu Winda.
                “Apaan sih, biasa aja deh. Kaget nih gue” Winda kemudian merapikan rambutnya dan melepas sweater pink yang melekat ditubuhnya. “Yuuks!” ajaknya sambil menggandeng teman yang baru saja ia temui di hari pertama MOS beberapa bulan yang lalu.
                Ivy mengangguk samar, tapi tiba-tiba berhenti di depan lab Biology. “Tunggu!” Ivy berjalan mendahului Winda, kemudian merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.
                “Kenapa sih?”
                “Gue heran deh sama lo. Udah berapa lama sih, lo deket sama Kak Dion?” tanyanya sambil melipat tangan di dada.
                “Trus, apa urusannya sama lo?” balasnya cuek
                “Hei,lo tu cantik, keren, pintar lagi! Tapi apa lo mau digantungin kayak gitu?” ucap Ivy, sambil menekan suaranya agar terlihat lebih dramatis
                “Maksud lo?”
                “Bego!” Ivy berdecak pelan. “Ga usah sok innocent gitu, topeng macam apa tuh?” sambungnya. Winda masih melongo ditempatnya.
                “Ck! Buruan jalan! Bentar lagi bel nih!” teriak Ivy jengkel. Diam. Winda masih dalam pemikirannya sendiri. Kali ini Ivy memasang gaya tolak pinggangnya. “Okeh, what ever you want girl” katanya sambil berjalan lalu.
                “IVY!! TUNGGUIN GUE!!” jerit Winda sambil mengejar Ivy yang sudah menjauh darinya.
***
                “Lo ga makan nih?” tanya Ivy dengan membawa 1 porsi siomay ke hadapannya. Winda hanya menggeleng pelan.
                “Ga ah, ga mood” balasnya singkat.  Ivy hanya mengangkat bahu dan berkonsentrasi dengan makanan favoritenya itu.
                “Gue kepikiran kata-kata lo tadi pagi vy” ucap Winda sambil mengaduk cappucino latte yang dipesannya.
                “Nah, itu udah connect tuh!” katanya tanpa menatap Winda.
                “Tapi, dia mau konsentrasi sama belajarnya dulu vy..”
                “Denger yah!” Ivy kemudian membersihkan mulutnya. Kemudian menatap tajam ke arah Winda. “Dia itu kelas XI win, apa dia UN taon ini? Konsentrasi belajar? Selama ini buat apa dia deketin lo coba, kalo ujung-ujungnya ga bakal jalan sama lo. Ha?”
                “Siapa tau ada something apaa gituh..”
                “Sekarang ga jamannya lagi tuh, nunda-nunda hubungan, kalo suka jalan, kalo ga ya udah bubar. Ga usah pedekate, kalopun pedekate tanpa kejelasan akhirnya...” Ivy sengaja menggantungkan kalimatnya. Winda kemudian terdiam, kepalanya tertunduk kebawah.
                “Eh, tapi ga mungkin gue nembak duluan kan?” katanya mengangkat kepala sambil memelototi Ivy yang sekarang kembali sibuk dengan siomay-nya.
                Uhuk! “Air.. air..” kata Ivy kemudian menyambar cappucino latte Winda. Diteguknya cappucino itu sampai tersisa seperempat gelasnya. Kemudian mengusap tenggorokannya
                “Heii! Minum gue tuh, setan lo!” maki Winda sambil memandangi gelas cappucino yang kini hampir abis di gelasnya.
                Ivy tidak mengubris makian Winda. “Siapa nyuruh lo buat nembak diaa?” jeritnya pelan.
                “Trus maksud lo apa?”
                “Lo bikin waktu, kalo sampai tanggal segitu dia juga ga nembak lo. Ya udah, out from there!!”
***
                “Langsung pulang ya?” tanya Dion tepat didepan kelas Winda. Winda mengangguk pelan. Kemudian pandangannya beralih ke Ivy disampingnya.
                “Gue duluan deh Win, Bye!” Kemudian sambil sedikit mengangguk kearah Dion, ia segera berjalan keluar kelas.
                “Jalan dulu yuk!” ajak Dion santai. Masih terbayang dengan kata-kata Ivy di kantin siang tadi, Winda langsung berubah. Ia juga pengen tau, apa sih maksud Kak Dion jalan sama dia selama ini? Keputusan itu perlu, kata hatinya mantap.
                “Kok diem?” tanya Dion lagi, begitu tidak ada sahutan dari Winda.
                “Eh, gini kak, gue sekarang ada les, jadi kayaknya ga bisa ikut deh” tolak Winda.
                “Sekarang Rabu, lo kan ga ada jadwal les. Baru les yah?” Nah. Ini nih! Maksud Winda selama ini, Kak Dion tu care banget, sampe masalah yang kecil kayak gini, dia hafal diluar kepala jadwal--jadwal Winda semua. Tapi untuk apa diinget, kalo endingnya...? pikiran Winda kembali tertuju kesana.
                “Nah tuh kan, diem lagi, lo sakit ya?” Dion segera mengulurkan tangannya ke dahi Winda, kemudian segera dielak Winda dengan bergeser ke kirinya yang kosong.
                “Ga kak, ga ada apa-apa. Gue Cuma lagi males keluar, pengen dirumah aja.” Balasnya cuek
                “Tapi, please kali ini bener-bener penting. Mau yah?” ada nada pengharapan disitu. Nada permohonan masih jelas dari sorot matanya. Seperti ada hal yang benar-benar penting disitu, kalo tanpa melawan ego, Winda akan mengangguk untuk menyetujui ajakan itu, tapi kali ini ia harus melawan egonya.
                “Ga bisa kak, maaf. Gue pulang duluan ya kak” Winda balik badan dan berjalan ke arah pintu kelas. Yap! Dia kalah. Egonya menang sekarang. Ada perasaan hancur dikedua mata Dion. Ada perasaan menyesal terlihat jelas dari balik punggung cewek itu, tapi Dion tau, dia ga bisa maksa Winda.
***
Perkataan Ivy Rabu pagi itu, benar-benar sangat memprovokasi Winda. Sikap Winda ke Dion pun mulai berubah sedikit demi sedikit. Dion yang selalu sukarela menjemput Winda tiap hari kerumahnya, kini sudah tidak lagi, semenjak Winda mengatakan kalo dia ingin diantar sopirnya saja. Sekarang sudah 3 hari Dion tidak menjemput atau mengantarnya pulang. Kini ketika Dion menyapa Winda, ia hanya menjawab dengan satu anggukan.
Sekarang gantian Dion yang bingung. Dion mengingat-ngingat kesalahan yang pernah dia lakukan ke Winda. Tapi menurutnya tak ada satupun hal yang benar-benar “gawat” yang membuat hubungannya jadi renggang begini.
“Win, bicara bentar bisa?” tiba-tiba Dion sudah berada didepan Ivy siang itu.
“Hmmm... Gue udah janji sama Ivy pulang bareng kak, jadi ga bisa sekarang, Sorry yah” kata Winda sambil memasukkan buku-bukunya kedalam tas.
“Bentar. Ga lama kok.” Itu dia! Tatapan memohon itu, sulit untuk ditolak. Winda kini benar-benar terhipnotis dengan kedua mata hitam itu. Sesaat dia mengalih perhatiannya ke Ivy.
Ivy yang sudah paham akan maksudnya, hanya mengangguk “Ya udah deh Win, gue pulang sama Retna aja. Duluan yahh” katanya sambil memukul bahu Winda pelan.
“Ikut aku bentar yuk!” Ajak Dion sambil menangkap tangan kanan Winda.
                “Eh kak, ga usah pegangan deh..” kata Winda sambil menarik tangannya. Satu nafas berat terdengar disela-sela hembusan nafas Dion. Dion melangkah lebih dulu, kemudian disusul Winda dibelakangnya
                “Pake jaket dulu, nih pegang helm-nya” kata Dion saat tiba di parkiran
                “Mau kemana kak? Ga bisa dibicarain di sekolah aja?” tanya Winda ling-lung begitu jaket dan helm kini sudah berada digenggamannya.
                “Terlalu rame. Lagian gue ga tanggung jawab kalo lo nangis disini.” Kata Dion sambil men-starter motor ninja hitamnya. Winda kaget total. Tapi buru-buru dikenakannya jaket hitam itu dan langsung naik ke motor Dion. Dengan kecepatan tinggi motor itu pun melesat dari gerbang sekolah dan meliuk-liuk dikeramaian lalu lintas Jakarta.
***
                “Ngapain kesini sih kak?”Winda kemudian duduk disebuah batu besar taman bunga itu. Pandangannya bukan tertuju pada Dion, melainkan pada beribu-ribu bungan yang kini memgelilinginya. Ya! Winda sangat menyukai bunga, terutama bunga Anggrek yang saat itu tepat berada didepannya. Hal itu terlihat jelas dari nama lengkapnya -Annalysa Anggrek Windari-
                “Gimana? Bagus ga?” tanya Dion tanpa melepaskan matanya  pada cewek berambut lurus itu. Winda mengibaskan poni yang menutup wajahnya. sesaat ia mengangguk kemudian tersenyum lebar.
                “Kereen bangeett!!” katanya dengan suara balita yang baru saja mendapat Lollypop dari ibunya.
                “Gitu dong. Udah hampir seminggu nih, gue ga liat semu merah di pipi lo itu” kata Dion tenang. Winda terdiam sesaat kemudian menunduk “Sorry” katanya lirih
                “Boleh gue tau alsannya?” tanya Dion. Tangan kanannya yang bebas kemudian bergerak ke arah wajah Winda dan mengangkat wajah putih itu pelan.
                “Alasan?” Winda terperangah. Jadi ini tujuan Dion membawanya kesini, untuk menyelesaikan masalah yang membuuat keadaan mereka jadi renggang akhir-akhir ini.
                “Gue minta lo jujur.” Bisiknya pelan. Winda menarik nafas pelan. Oke, Make it clear!. Jeritnya dalam hati. Suasana masih diam, Winda juga belum membuka mulutnya. Dion juga dengan diam terus menatap gadis itu.
                “Okeh kak, gini..” Winda memulai dengan hembusan nafas pelan.
                “Selama ini gue apa sih kak?” tanya Winda tanpa menatap wajah Dion. Dion kaget. Terperangah.
                “Maksudnya?”
                “Sorry kalo gue ngomong kayak gini kak, tapi beneran deh, jujur gue.. guee...” Winda tidak menyelesaikan kalimatnya. Ditutupnya wajahnya dengan kedua telapak tangan kecil itu. Dion tersenyum geli. Di genggamnya kedua telapak tangan itu, dan menariknya ke atas pahanya.
                “Tatap aku win..” pinta Dion lembut. Winda tetap tidak meresponnya wajahnya kini masih fokus ke arah rok abu-abunya.
                “Win.. Please?” Dion mengeratkan genggamnannya. Perlahan Winda mengangkat wajahnya dan kemudian menatap Dion. Kini kedua insan itu saling tatap satu sam lain. Kedua fokus mata Dion menatap tajam dengan sorot penuh kelembutan. Winda hanya terdiam dan dengan ragu-ragu mulai mentap Dion dengan keyakinan full.
                “Minta kepastian?” tanya Dion sambil menahan senyum di bibirnya. Rona merah di pipi Winda kembali muncul. Ia cepat-cepat mengalihkan tatapannya ke Dion. Dion tersenyum geli melihat aksi Winda itu.
                “Okeh, aku kabulin permintaan kamu” kata Dion manis. Winda segera menatap Dion lagi
                “Apa?” katanya bingung. Dion kembali tersenyum kemudian diulangnya lagi kalimat tadi “Aku bakal kabulin keinginan kamu”. Eh, bukan itu, aku-kamu? Tanya Winda dalam hati
                “Kamu ingat, waktu aku ngajak kamu jalan?” Dion tidak membutuhkan jawaban Winda, ia langsung melanjutkan kalimatnya “Waktu itu hari Rabu, hari pertama kali aku kenalan sama kamu waktu aku nge-MOS-in kamu. Tanggal 21, gabungan tanggal kelahiran kita, aku 14 dan kamu 7. Bulan 3. Kamu tau aku anak ketiga, dan kamu juga anak ketiga. Jadi kita sama-sama mengayomi angka 3.” Dion menghirup nafas pelan. “Jadi aku pengen 21-3-12. Lucu ga? ” Dion tertawa sendiri “Tapi sekarang udah tanggal 28-3-12, gimana?” tanya Dion.
                Jadi hari itu? Winda berbisik pada hatinya. Argh!! Sialan!! Winda memaki-maki Ivy dalam hatinya. Jika saja ia mengabaikan ucapan Ivy, pasti kondidinya tidak akan begini. Endingnya pasti akan bahagia seperti cerita dari negeri dongeng. Tapi.. Argghh!! Kembali ia menjerit dalam hatinya. Egonya kini tertawa puas melihat sifat yang tidak konsisten itu.
                “Win, kok kamu diem?” tanya Dion lembut. Masih aku-kamu? Jangan-jangan diaa... jerit Winda dalam hati.
                “Mungkin kita ga bisa lagi muter waktu, lagian time mechine itu belum tentu juga ada ya.. kalo ada sih, aku udah muter waktu saat tanggal itu. Tapi kita mesti go on, ga ada hal yang bisa diulang didunia ini, ga ada hal yang bisa terjadi sesuai apa yang kita inginkan. Ada jalan dan hikmahnya masing-masing” ucap Dion sambil mengelus pipi Winda.
                Tanpa terasa butiran itu, mengalir di kedua pipi Winda. Ya! Benar, dia benar-benar bodoh, mudah terpengaruh dengan orang lain, dan tidak konsisten dengan apa yang dia sadari. Dia yang menjalani kenapa Ivy yang harus memback-up nya?
                “Sorry kak..” ujarnya lirih. Dion menghapus air mata Winda dengan ibu jarinya.
                “Kenapa nangis coba?”
                “Sorry..” ulangnya kali ini benar-benar menyesal.
                “Udah lah.. ga perlu ngulas hal yang lalu Win.. So,,” Dion mengatur nafasnya yang menderu cepat. Ditatapnya kedua mata Winda, kemudian tersenyum penuh dengan kelembutan.
                “Win, aku sayang sama kamu, boleh ga aku jadi pacar kamu?” tanya Dion. Dan Duarrr!!! Seakan bunga mawar bertebaran didepan Winda. Ini moment yang sangat ia tunggu-tunggu, dan ini yang ia harapkan selama ini. Winda kemudian tersenyum kecil.
                “Ga kak..” jawabnya pendek.
                “Loh, Win? Kenapa?” tanya Dion shock. Kali ini wajahnya berubah 180 derajat. Tangannya langsung lunglai dan melepaskan genggamannya pada Winda.
                “Ga kak. Aku ga bisa kalo nolak kakak,soalnya aku juga sayang sama kakak..“ ucapnya lembut. Seketika wajah Dion langsung berubah ceria kembali. Ia memamerkan deretan giginya yang rapi dan mengembangkan senyum ke arah Winda. Saat itu juga dibantunya Winda berdiri dan memeluk cewek itu dalam pelukan yang hangat.
                “Thanks” bisiknya lembut ditelinga Winda. Winda tersenyum puas.
                Ada satu hal yang sangat dipelajarinya dari hal itu. Menjalani hubungan adalah antara dia dengan Dion, jadinya tergantung seberapa besar dia mempercayai Dion. Dion hanya mencari waktu yang tepat untuk menyatakan cinta kepadanya, bukan untuk hal negatif yang ia pikirkan. Ia juga harus belajar untuk mempercayai Dion, tanpa terpengaruh dengan orang lain. sekarang dia tidak lagi memerlukan Time-machine. Karena itu tidak akan pernah terjadi. Sekarang bukan masalah tanggal unik atau apapun lah itu, yang penting rasa sayangnya kepada Dion, dan rasa yang dimiliki Dion terhadap dirinya.
                “Kayaknya, kita rayain dulu deh, first-day kita” ujar Dion saat menguraikan pelukannya. “Mau dinner kemana?” tanyanya to the point.
                “Seafood?” jawab Winda. Dion mengangguk.
                “Oke deh! Yuk, kita perlu siap-siap untuk ntar malam nih” Dion segera mengambil ranselnya dan berjalan kearah motornya sambil mengenggam tangan Winda.
And FINALLY.. They decide the truely thing in their life. ^.^
*THE END*

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar